Rabu, 24 Februari 2010

cerita PR doa adik kecil saya

0

saya bahkan tidak pernah menceritakan ini pada keluarga saya..

adik saya yang paling kecil *entah sd kelas berapa saat itu* jarang sekali masuk sekolah karena dia sering sakit. entah berapa kali absen saat itu. dan berapa kali dimarahin guru karena sering lupa mengerjakan tugas. entah berapa kali juga ibu saya harus menghadap ibu gurunya.

suatu saat, tanpa sengaja saya mengobak-abrik buku pr dan tugasnya.
saya temukan sebuah pr agama dimana perintahnya, mereka harus menulis surat dan doa untuk TUHAN.
iseng-iseng saja membaca dengan niat menertawakan. satu kata dua kata, saya masih geli..
kata-kata berikutnya dia menulis kalimat yang intinya seperti ini " YA TUHAN, SEMOGA SAYA NAIK KELAS"
agak miris membaca surat dan doanya saat itu, karena ketika itu memang dia terancam tidak naik kelas karena nilai dan absen yang hampir berminggu-minggu.
tanpa saya sadari, airmata saya menetes untuk kalimat itu. saya mengamininya, dan berpikir hal itu selama beberapa hari.

sampai akhirnya tiba hari penerimaan raport. selalu hari sabtu.
saya berdoa untuk doanya, dan deg-deg an menunggu dia pulang dari sekolah.

adik saya itu, pulang dengan keadaan tersenyum dan masih riang. saya lega karena ekspresi seperti itu pasti menunjukkan dia sedang senang karena doa naik kelasnya terkabul. hingga orang tua saya yang bilang dia tidak naik kelas.
saya hampir menangis *walaupun saat itu pura-pura biasa* karena tak bisa membayangkan kekecewaannya karena surat dan doanya tidak dikabulkan TUHAN.

insomnia saya tadi malam membuat pikiran saya flashback pada cerita ini.

dan adik saya itu, saat ini sedang bercita-cita menjadi MASTER OF ART. entah dia serius atau bercanda karena dia selalu mengucapkan kata-kata itu. dia memang suka menggambar, bahkan di saat pendeta khotbah :p
sempat juga dia berpikir untuk menjadi seorang PENULIS. entah mana yang benar.
tapi apapun itu, saya suka dengan apapun cita-cita yang dia celetukkan.
dan semoga kali ini TUHAN benar-benar melihat kalau dia serius.

CATATAN SOE HOK GIE

0

kami tidak percaya pada slogan.

patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan.

seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya.

dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat.

pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat.

karena itulah kami naik gunung.

*soe hok gie*

GIE

0

akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap
sambil membenarkan letak leher kemejaku

kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih
lembah mandalawangi
kau dan aku tegak berdiri
melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian kaki yang menjadi dingin

apakah kau masih membelaiku semesra dahulu?
ketika kudekap, kau dekaplah lebih mesra
lebih dekat..
apakah kau masih akan berkata
kudengar detak jantungmu

kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta..

*LIKE THIS!*

mandalawangi-pangrango

0

senja itu ketika matahari turun ke dalam jurang-jurang mu
aku datang kembali
ke dalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku

aku cinta padamu, pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintaimu dan cintaku adalah kebisuan semesta

malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti mandalawangi
kau datang kembali
dan berbicara padaku tentang kehampaan semua

hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya
tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
terimalah dan hadapilah

dan di antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas-batas hutanmu, melampaui batas- batas jurangmu

aku cinta padamu pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup



19 juli 1966
soe hok gie