Minggu, 05 September 2010

dedicate for my home from beginning, my home for ending..

0


saya dedikasikan untuk "rumah" saya. my home from beginning. my home for ending. "tanah kelahiran", dan kampung halaman yang paling saya cintai dan selalu saya rindukan

saya lahir dari sebuah suku dengan garis keturunan patrilineal yang sangat keras. suku dengan adat istiadat dan budaya yang bisa saya katakan hampir sangat kaku, yang sungguh memegang teguh adat istiadat yang begitu kompleks, yang sungguh mengagungkan anak laki-laki, dan dengan segala sudut pandang yang konservatif; suku perantau yang membuat saya hampir selalu bingung untuk menjelaskan status kewarganegaraan saya.

selama 6 tahun saya menghabiskan masa kecil saya di tanah batak, hingga akhirnya keluarga saya harus merantau ke belahan daerah lain dan hidup berpindah-pindah. nomaden. menjamah pulau kalimantan hingga jawa. hampir 15 tahun sudah. hidup di tempat yang bukan tanah nenek moyang saya hampir mengaburkan status saya sebagai orang batak, nyaris melupakan asal saya sesungguhnya, ditambah dengan keheterogenan suku di tempat saya 10 tahun lebih menghabiskan masa. saya bahkan hampir tidak sadar kalau saya orang batak karena lingkungan yang diciptakan selama bertahun-tahun tidak cukup mendukung saya untuk menyadari hal itu. pernah pun, saat itu saya tidak begitu menyukai segala kekompleksannya terlebih saya masih terlalu kecil untuk memahami itu. orang tua saya begitu sering mengikuti perkumpulan marganya,kami sebut itu arisan, dan saat itu motivasi saya ikut acara semacam itu hanya untuk bertemu teman-teman main saya, dan saya tidak peduli dengan apa yang para orang tua itu lakukan disana. saya hanya ingin bertemu teman bermain saya, saya hanya ingin pergi bermain-mencari keong dan menangkap kepiting di rawa-rawa penuh genjer, dan kembali di saat waktunya makan. rutinitas tiap hari sabtu entah minggu itu dulu begitu sering dilakukan orang tua saya, tanpa saya tahu untuk apa mereka melakukan itu. dan saya begitu tersiksa dengan acara natal paguyuban yang selalu mengharuskan kami untuk menghapal ayat-ayat Alkitab dalam bahasa batak, kemudian mengucapkannya kembali dalam satu barisan yang runtut di hadapan orang-orang. tapi saya begitu suka ketika kami harus menari tor-tor karena niscaya akan banyak uang yang diselipkan di antara jari-jari kami, dan niscaya kantong ulos kami akan penuh dengan uang. dan itu berarti saya bisa jajan apapun setelah itu :)

saya tidak pernah tahu apa arti semua itu, dan saya memang tidak ingin tahu saat itu. ketika keluarga kami pindah dari tenggarong ke balikpapan, semuanya semakin luntur. dan saya makin tidak suka dengan segala kompleksitas adat yang menurut saya begitu ribet. saat itu pun orang tua saya sudah tidak begitu sering ikut acara arisan seperti dulu ketika saya masih kecil.

akhirnya pandangan saya terbentuk sebatas: "ya, saya tahu saya orang batak". hanya sebatas itu. dan saya sungguh tidak bisa berbahasa batak dan tidak tahu menahu tentang adat. jika saya hidup di tanah kelahiran dengan pernyataan seperti itu, habislah saya.

meski begitu, saya selalu rindu "tanah" itu. dan di usia saya yang 20 tahun ini bukan berarti saya lantas langsung bisa menerima segala bentuk kompleksitas adat itu, justru otak dan logika saya semakin berspekulasi untuk menyatakan bahwa "bagaimana pun itu tetap ribet". dan di hari kepulangan saya selama 2 minggu kemarin, logika saya semakin ingin membenarkan semua itu. saya sungguh tidak bisa bertahan di acara adat pernikahan batak yang sehari penuh, until night-until drop dengan acara tari-menari yang tidak ada habis-habisnya dan suara gondang yang membuat jantung saya hampir copot (untung hampir). entah saya harus bersyukur atau merasa tidak beruntung, yang jelas saya sekarang sedikit demi sedikit mulai menyukai semua itu. dan sedikit banyak saya memandang hal ini menjadi sisi yang positif dari begitu kaku dan kompleksnya adat ini, yaitu bahwa setiap orang sungguh memegang teguh adat yang diajarkan padanya.

hingga detik saya menulis catatan ini, saya masih merindukan aroma tanah kelahiran itu. saya merindukan suasana dimana semua orang saling mengenal dan bertegur sapa di jalan bahkan di angkot, saya merindukan ritual makan bersama rantang dan tikar di pinggir jalan, saya merindukan suara musik di sepanjang danau toba, saya merindukan suasana di kapal feri menuju tomok, saya merindukan ritual melempar koin dari atas kapal buat anak-anak yang berenang mengejar kapal yang lepas landas, saya merindukan aroma danau di pulau samosir, saya merindukan suara ombak danau dan pemandangan kerbau makan siang di danau depan rumah oppung,saya merindukan malam hari menunggu kapal feri, dan saya merindukan ritual makan kerang rebus dengan tuak manis :)

siapa pun saya nanti, dimana pun saya nanti, pada akhirnya saya akan kembali ke sana, dikubur disana, menutup hidup saya disana, dan menjadi debu seperti permulaan saya diciptakan.

saya dedikasikan catatan ini untukmu..
you are my land. my home from beginning. my home for ending..

posted By Chyntia Novy Girsang · Thursday, June 3, 2010

dan saya meneteskan airmata untuk mimpi ini..

0

jadi sudah beberapa minggu ini saya mulai menulis kembali dan melanjutkan "naskah" yang sempat "mati" selama beberapa tahun. meski baru beberapa bagian dan sedikit catatan kecil. tugas-tugas kuliah semester 6 ini terbilang sangat cadas, dan cukup mengintervensi jari-jari dan pertimbangan saya untuk memilih mengerjakan tugas atau melanjutkan naskah.

"laptop,kau adalah saksi kebimbangan saya.hahaha."

menulis adalah aktivitas yang paling menyenangkan bagi saya, dan menjadi penulis adalah mimpi saya sejak di bangku SD. darah kakek saya yang notabene seorang wartawan di masanya begitu kental dalam diri saya. idealis yang hingga saat ini masih menempati peringkat 1 dalam emosi saya. namun bedanya adalah, dia berhasil mencapai mimpinya, dan saya tidak. walaupun saya berharap bisa mengganti kata "tidak" itu menjadi kata "belum", karena hingga detik ini pun saya masih merasa saya berada di jurusan yang salah.

setiap kali ke toko buku, saya selalu membayangkan jika suatu saat buku saya akan berada disana. dan hal itu cukup membuat saya tersenyum-senyum geli sendiri membayangkan seandainya itu benar terjadi. buat saya ini cukup menghibur kemirisan saya (yang salah jurusan).

dan hari ini, tepat di kamar mandi, saya mengikrarkan semua itu (sambil mengingat dasasila yang pernah saya ciptakan pertama kali ketika harus berjuang sendiri di bandung). dan kebodohan saya (menurut saya ini agak bodoh) adalah, saya kemudian meneteskan airmata di bawah cucuran shower sambil berikrar bahwa saya akan menulis, dan suatu saat saya harus menjadi wanita yang hebat. semoga ini tidak terlalu tinggi.

lalu sore ini saya seperti biasa melakukan ritual "hunting buku" di togamas. mata saya kemudian tertuju pada sebuah buku yang menyempil tinggal sebiji di deretan rak-rak buku yang lumayan banyak. buku itu keliatan seperti "pemain tunggal" di antara buku-buku lain yang jumlahnya masih berderet-deret panjang. pelan-pelan saya baca hingga kebablasan, lalu akhirnya saya sadar tinggal saya saja manusia yang bertahan di bagian itu sementara sebelumnya begitu banyak manusia berdiri-diri disana. sebelum saya memutuskan untuk membeli, saya melihat dulu biografi dan siapa penulis kata-kata yang sedemikian dalam itu. dan saya benar-benar merasa "tertampar" ketika membaca biografi sang penulis adalah anak SMA.

sungguh, dalam perjalanan pulang, masih antara "tertampar" dan kagum, saya semakin berpikir.

semoga mimpi saya ini tidak terlalu tinggi..

(bandung,4 juni 2010 1.11 am)

posted by Chyntia Novy Girsang on Friday, June 4, 2010 at 1:20am